Beberapa saat sebelum mendarat di Bandara Frankton, Queenstown, akhir Februari lalu, beberapa rekan dari Indonesia pada pesawat yang sama saling berkomentar kagum melihat pemandangan yang terlihat lewat jendela pesawat.
Pemandangan dalam 10 menit terakhir itu sungguh sangat variatif, dari pegunungan bersalju, padang rumput bernuansa pedesaan yang asri, sampai dengan danau besar berwarna biru. ”Ini tempat terbagus yang pernah saya lihat dari udara,” kata Julian Duce asal Karawaci.
Demikianlah Queenstown yang berada di Pulau Selatan, Selandia Baru, memang merupakan kota yang sangat indah karena variasi alamnya. Selain terletak di tepi Danau Wakatipu yang jernih, Queenstown juga dikepung bukit-bukit batu dan juga pegunungan bersalju. Tepat di tepi kota pun terdapat sebuah bukit curam yang kini dijadikan tempat untuk menikmati keindahan Queenstown dari ketinggian.
Tak heran kalau bintang film AS John Travolta sampai mengatakan bahwa Tuhan pasti berada di Queenstown sepanjang waktu. Kata-kata Travolta ini bisa dijumpai di hampir semua brosur wisata di sana. Pujian yang sama dilontarkan mantan Presiden AS Ronald Reagan.
Wisata petualangan
Saat ini julukan untuk Queenstown adalah Ibu Kota Petualangan Dunia. Julukan ini muncul dari wisata petualangan yang memang menjadi andalan wisata kota itu. Kalau Anda pernah melakukan bungy jumping (di Selandia Baru disebut bungy bukan bungee), Anda harus tahu bahwa kegiatan ini pertama kali dilakukan di Queenstown pada tahun 1970-an. Sebuah pusat bungy jumping di tepi Queenstown dengan bangga memasang spanduk, The World Fisrt Bungy Jumping in The World.
Bungy jumping mudah didapat di mana-mana di Queenstown dan sekitarnya. Di pusat kota saja, bungy jumping bisa dilakukan di sebuah menara yang juga menyangga kereta gantung yang membawa wisatawan ke puncak bukit untuk melihat Queenstown dari ketinggian. Kereta gantung ini pun tidak melayani manusia saja. Setiap saat selalu ada sepeda yang dibawa kereta gantung ini menuju puncak bukit untuk selanjutnya dikendarai secara ”down hill” dalam perjalanan yang penuh petualangan selama sekitar satu jam.
Di luar kota, sejumlah jembatan juga menyediakan fasilitas bungy jumping, dengan bagian bawah sungai berarus sangat deras. Selain itu, terjun payung juga dan terjun gunung juga merupakan kegiatan yang selalu bisa dilihat. Payung-payung terjun selalu memenuhi langit biru kota itu sejak matahari menampakkan diri. Pada musim panas sekitar bulan Desember sampai Februari, matahari baru terbenam sekitar pukul 20.00.
Wisata petualangan yang juga bisa dinikmati pendatang adalah mengendarai kapal cepat menyusuri sungai-sungai dan danau. Dengan alam yang sangat bersih dan terjaga, sekadar naik kapal pun sudah memberi pengalaman visual dan koleksi foto pemandangan yang sangat kaya.
Dan dengan jalan darat mengendarai mobil gardan ganda, wisatawan dapat bertualang masuk ke pedalaman sekitar Queenstown, melihat bekas-bekas penambangan emas yang sampai sekarang pun masih mengandung emas. Walau tidak ditambang lagi, wisatawan mana pun dalam sekali atau dua kali mengayak air sungai biasanya sudah menemukan paling tidak sebutir kecil emas.
”Kami tidak berbohong. Itu emas bukan kami yang menaruh. Anda memang mendapatkan emas,” kata Dave, yang menjadi pemandu kami saat seorang rekan menemukan emas kecil pada nampan pengayaknya di tepi Arrowtown, kota pertambangan tua.
Dengan kendaraan yang dikemudikan Dave pula, kami memasuki pedalaman untuk menelusuri sejumlah tempat yang pernah dijadikan tempat pembuatan film Lord of The Rings pada awal tahun 2000-an. Sampai sekarang, film itu tetap menjadi salah satu alasan orang datang ke Selandia Baru.
Obyek wisata yang juga sangat menarik adalah mengendarai helikopter menyaksikan puncak-puncak gunung salju abadi di sekitar Queenstown. Dalam perjalanan satu jam penuh, sebuah helikopter bisa membawa empat wisatawan sekaligus. Dalam perjalanan, helikopter dua kali mendarat di puncak-puncak gunung salju itu. Sekali pendaratan di danau salju dan sekali di sebuah padang tundra yang menjadi setting film Lord of The Rings.
Berawal dari emas
Memang, emaslah yang membuat Queenstown menjadi seperti sekarang. Awalnya, dua orang Eropa, yaitu William Gilbert Rees dan Nicholas von Tunzelman, datang ke tempat itu pada 1860 untuk menjadikannya ladang pertanian dan peternakan. Saat itu, belum ditemukan tambang emas.
Namun setelah emas ditemukan pada 1862, ribuan orang berdatangan sehingga Queenstown pun terbentuk. Menurut berbagai sumber, nama kota itu berawal pada penghormatan kepada ratu Inggris—waktu itu Ratu Victoria—karena mayoritas yang datang ke sana memang orang Inggris.
Dengan penduduk yang cuma sekitar 10.000 jiwa di pusat kota dan sekitar 20.000 di pedesaan sekitarnya, Queenstown memang permai dan menyenangkan. Bahwa penduduk lebih banyak di tepi kota, itu disebabkan tanah pertanian berada di sana. Namun, Anda mungkin heran kalau rumput adalah salah satu komoditas pertanian di sana. Selain langsung menjadi lahan peternakan domba Merino untuk menghasilkan wol, tanaman rumput adalah komoditas yang dijual untuk pakan domba, bahkan petani rumput sangat banyak di sana.
”Lord of The Rings”
Film trilogi karya sutradara asli Selandia Baru Peter Jackson itu sungguh tak bisa dipisahkan dari Selandia Baru saat ini. Film itu begitu mengangkat Selandia Baru ke pentas lain dari sekadar tujuan wisata. Masyarakat di sana begitu mendukung saat film itu dibuat dan begitu bangga akan film itu sampai saat ini.
Willy, seorang pemandu tur Lord of The Rings (dengan nomor pelat mobil memakai nama tokoh-tokoh dalam film itu), bercerita bahwa dia pun dilibatkan jadi figuran. ”Ini foto saya dalam sebuah adegan,” katanya bangga sambil memamerkan sebuah foto lusuh.
Karena dukungan masyarakat sekitar yang baik, selain Lord of The Rings, Selandia Baru juga menjadi tempat pembuatan film X-Men Origins:Wolverine. Sebelumnya, pada tahun 1988 George Lucas juga membuat film Willow di sana.